Minggu, 11 Februari 2018

My Depression Story



(This is in Full Bahasa and Full English)



                                Setelah momen graduation, aku mengalami depresi yang agak parah. Sebenernya ini bukan kali pertama aku depresi. Ketika sekolah dasar pun pernah mengalaminya karena bully (bacaan ada di laman sebelum). Lalu, ini kembali terjadi. Kali ini bukanlah bully, tapi ada masalah yang sering dialami oleh orang berusia 20an ke atas, yakni masalah pribadi dan sosial. Pribadi... sebetulnya aku sudah bercerita di tema sebelum ini. Ketika masalah-masalah tersebut datang “aku tak merasakan apa-apa”. Ya benar saja jika saat ini baru kerasa depresinya. Yang aku rasakan sakit hingga ulu hati. Bukan alay, mungkin yang sedang mengalami hal sama tentu paham ini. Napas akan terasa sesak dan berat, fikiran tidak tenang, gelisah, suka menangis, lebih banyak menyendiri, dan selalu ingin pergi ke suatu tempat.
                                Ketika itu, tepat satu tahun yang lalu aku bertemu dengan sosok baik dan kita menjalin hubungan yang baik pula. Namun ada beberapa hal yang membuat hubungan baik ini kemudian terputuskan. Pertama karena jarak yang sangat jauh, kedua komunikasi yang sulit dan tidak dapat dipertahankan, ketiga karena kesibukan, terakhir karena perbedaan. Lalu agama yang berbeda...walau sempat ia belajar agama Islam, serasa tak mungkin jika seandainya pindah agama. Kemudian, dia dan aku menjalani kehidupan masing-masing. Dia dengan hidupnya dan aku dengan hidupku.
                                Hingga akhirnya, ku bertemu dengan orang yang bukan baru dan bukan dia, panggil saja Musim. Saat itu, Musim dan aku kembali menjalin silaturahmi yang sempat terputuskan beberapa tahun lalu, cukup lama memang, ya... tujuh tahun lalu. Mulai lagi merekatkan yang retak, namun tetap saja tak dapat terekat dengan baik. Karena mungkin perekat yang kita miliki saat itu tidak cukup kuat, dan bentuknya pun mungkin tidak sesuai sehingga sulit untuk digunakan kembali. Lalu, at the end Musim dan aku ya tetap Musim dan aku sendiri.
                                Depresi yang terjadi padaku ini, bukan hanya disebabkan masalah pribadi namun didukung oleh masalah sosial. Dua masalah yang belum sembuh itu bertambah kala lingkungan sosial ikut campur masalah pribadi. Kau pernah ditanya, “Kapan nikah?”, “punya pacar belum?”, “apa pekerjaanmu?”, “berapa gajinya?”.  Awalnya biasa bagiku...tapi semakin ke sini aku give up. Aku ingin cerita dengan orang, tapi belum ada yang mau mendengar dengan baik. Tiap kali bercerita mereka pasti bilang “it will be okay”. Kenapa nggak cerita sama orangtua dan minta solusi mereka saja, simple jawabku...aku nggak mau mereka tahu jika aku sedang mengalami depresi.
                                Dari apa yang kuceritakan, mungkin masalahku terlihat sepele. Namun, sebenarnya aku memiliki masalah lain cukup sulit  yang tentu saja tak bisa ku ceritakan di sini. Tak ada yang tahu selain aku dan Allah.  Masalah-masalah itu terus saja menghantui fikiranku tiap malam terutama di sepertiga malam. Aku kesepian dan terus mencoba menghubungi teman. Saat itu, teman-temanku banyak disibukkan oleh aktivitas masing-masing sehingga tak sempat memberikan ruang bagiku bahkan pelukan hangat sekadar memberi semangat.
                                Namun, masalah-masalah yang kumiliki lantas tak membuatku untuk lari dari kenyataan. Yah... meski terkadang menyerah. Jika malam tiba aku sesekali menengadah ke langit, “Adakah tempat bagiku bersinar?”. “Jika aku tak mampu bersinar di kehidupan ini, akankah ku bersinar di langit?”. Ku tarik napas dalam-dalam hingga dadaku terasa sakit, mereka bilang “Ini tak apa”. Meski aku tak tahu maksud “Ini tak apa”, apakah ini tak apa bagi mereka atau bagiku?
                                Aku terus meyakinkan diri sendiri bahwa ini akan segera berakhir. Aku percaya bahwa Allah maha adil. Pepatah lama mengatakan bahwa setelah hujan deras muncul pelangi. Meski kini  ku menghadapi sendirian, aku selalu yakin bahwa Allah ada di setiap langkah. Cepat atau terlambat aku akan tersenyum tenang dan melanjutkan hidup dengan baik.
                                Mungkin kalian berpikir, “kau terlihat tak apa-apa”. Ya... aku selalu berusaha menyembunyikan pedihku dihadapan teman. Sebab, jika sudah bertemu dengan teman aku lupa segalanya, termasuk masalah yang kumiliki. Sehingga aku suka berbincang, tertawa, bahkan memberi solusi jika mereka dalam masalah walau sebenernya pun aku sendiri tak mampu memberi solusi bagi masalah-masalah yang kupunya.
                                Siapapun yang sedang depresi saat ini, lari dari kenyataan bukanlah keputusan yang tepat. Tunggu sebentar atau lebih lama lagi. Tetaplah bertahan walau dunia tak menyukaimu. Yakinlah bahwa suatu hari kau akan bangga membuat dunia menyukaimu. Tak masalah jika kau sendirian, sebab Allah selalu ada untukmu. Tarik napas dalam-dalam, dan menangislah hingga dadamu terasa sakit sekali. Tak mengapa jika kau menangis, tak kan ada yang menyalahkanmu. Tetaplah semangat dan bertahan. Jika kau mampu bertahan, kau akan bangga menjadi diri sendiri yang mampu berdiri kokoh meski badai menerjang. Hiduplah lebih lama lagi...

*Tulisan ini terinspirasi dari lagu Lee Hi Breath dan kehidupan pribadi
DISCLAIMER : I wrote this when I depressed (2017)











My Depression Story

After the moment of graduation, I feel a rather severe depression. Actually this ain’t my first time of depressing. When I was in an elementary school I had ever felt it cause of bullying (the article is on previous page). Then, this happened again. This time ain’t a bully, but is a problem that people up to 20 years usually face, they are personal and social problem. Personal problem... actually I had ever told about this problem that I faced. When the problems came  “I didn’t feel anything”. So, that makes sense if I just felt the depression nowaday. I feel deeply pain in my heart. Not cheesy, maybe somebody who have the same problem could relate this. You will have heavy breath, the mind ain’t calm, restless, easy to cry, being alone more often, and always want to go somewhere places.
At that moment, been exactly a year (by the time I’m writing this) I met a good person and we had a good relation too. But, there are some things that made this good relation finally broke. First, because of the distances, second a difficulty in communication, third because of the bussiness, last because of the different. (Saya tidak bisa menerjemahkan selanjutnya karena satu hal).
Then finally, I met a person who ain’t new and ain’t him, just call him Musim. At that time, Musim and I estabilished the relationship again which had been broken several years ago, Mmm... seven years ago. Started to glue the crack, but still couldn’t get very well attached. Maybe the glue that we had is not strong enough, and the shape may not be suitable so it is difficult to reuse. Then, at the end Musim and I is Musim himself and I myself.
This depression that happened to me was not only caused by personal problems but also supported by social problems. Two problems that I haven’t recovered yet have been increased when the social environment has interfered with personal issues. You were once asked, "When will you marry?", "Have you got a boyfriend?", "What is your job?", "How much do you earn?". At first it was just so so...but by the time goes, I am giving up. I want to tell to people, but no one willing to listen well. Everytime I tell them, they always say “It will be okay”. Why don’t you tell and ask the solution to your parents?, simple answer...I don’t want my parents know I am depressing.
From what I told, my problems may seem trivial. However, in fact I have others difficult problem which I couldn’t tell here. There’s no one knows except me and Allah. Those problems always haunt me every night. I am lonely, and tried to contact my friends. At that time, my friends were busy with their activities so that they don’t have enough time for me to even giving a warm hug to make strong.
However, the problems that I had didn’t make me run away from the reality. Well ... though sometimes I’m giving up. When the night comes I look up to the sky, “Is there any place for me to shine?”. “If I can’t shine here, will I shine in the sky?”. I take a deep breath until my chest gets hurt. They (my friends) said "It's okay". Although I do not know what’s the meaning of "It's okay", is it okay for them or for me?
I kept telling myself that it will come to an end. I believe that Allah is fair. The old adage says that after heavy rain comes a rainbow. Even though I'm facing alone, I'm always convinced that Allah is always being in every step. Sooner or later I will smile calmly and get on with my life well.
Maybe you’ll think, "You look okay!". Yes ... I always try to hide my pain in front of my friends. Because, if I've met friend I forgot everything, including the problems I have. So I like to talk, laugh, and even give a solution if they are in trouble, though actually I was not able to solve my problems.
Anyone who is depressed right now, running from reality is not the right decision. Wait a minute or longer. Stay alive even if the world does not like you. Believe that one day you will be proud to make the world like you. It doesn’t matter if you're alone, because Allah is always be there for you. Take a deep breath, and cry until your chest hurts so much. It doesn’t matter if you cry, no one will blame you. Keep your spirit and survive. If you can survive, you will be proud of yourself who is able to stand firm despite the storm crashing. Live much longer...

* This is inspired by Lee Hi Breathe song and personal life
DISCLAIMER: I wrote this when I depressed (2017)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

My Depression Story

(This is in Full Bahasa and Full English)                                 Setelah momen graduation, aku mengalami depresi yang aga...